Rabu, 20 Maret 2013

Listrik dan Dunia Lain



Pagi-pagi sekali, kamarku digertak oleh suara alarm. Suara yang memekikkan telinga, seakan berteriak
Hei, bangun kau jiwa pemalas..!!”
Ya, ya, ya…” pekikku dalam saraf kepala.
Aku-pun tak perlu sewot sesubuh ini, karena memang aku-lah yang menyetting alarm tiap malam agar aku bisa bangun pagi hari. “Untuk kebiasaan baik” desahku.
Jika kalian berkunjung ke kamarku, kalian akan dapati satu taman satwa, didalamnya ada beberapa burung warna-warni yang siap bernyanyi tiap pagi. Ya, satu kandang burung yang besar, berisikan enam pasang burung yang aku sendiri tak tau apa nama hewan mungil lucu tersebut, usut punya usut, sang pemilik “bapak kos-ku” bilang;
Itu burung Love Bird namanya”
Karena mereka harus sepasang-sepasang” tambahnya.
Oooh begitu, aku baru tahu, hewan mungil tersebut punya nama ke-Inggris-ingrisan rupanya.
Baiklah, kita tinggal sejenak hewan lucu tersebut, semalam aku pusing bukan kepalng. Sedari sore, kos-ku, listriknya tak mau lagi menyala, ada gejala konsleting katanya.
Aku baca-baca dikamus, apa itu konsleting, belum juga kutemui, memang karena aku tak suka belajar IPA, dan pada saat itu, lampu-pun sedang padam. Sore kemarin, hujan mengguyur pelan. Tapi tak disangka punya pengaruh kuat terhadap kabel listrik diatas kos-kos-an ku.
Aih, jadilah aku dan teman-temanku lainnya harus mengungsi ketempat lain, kenalan yang dapat menampung aku barang semalam. Kata sang pemilik;
Ditungggu ya mas, sepertinya kita ga’ bisa pake listrik dulu malam ini”
Takut ada sesuat yang tak diinginkan” tambahnya.
Mungkin besok sudah normal kembali, karena petugas PLN akan datang esok hari” Janjinya.
Aku dan teman-teman yang lain-pun hanya bisa pasrah, mengiyakan dan mengamini kata-katanya. Tentu dengan pikiran yang waras, untuk kebaikan bersama.
Setelah magrib, hujan masih mengguyur. Aku beranjak dari kos dengan penerangan sederhana, senter. Lampu senter yang kecil mencari-cari kebutuhanku dalam gelap untuk sementara waktu, sambil berpikir kemana aku akan mengungsi. Akhirnya aku bersepakat dengan hati, aku akan ke asrama mahasiswa yang berada didekat daerahku itu, kebetulan para penghuninya juga masih teman kuliahku. Kulihat pula teman-teman kosku yang lain, ada yang sudah pergi entah kemana, mungkin jalan-jalan menikmati malam “meskipun sedikit gerimis”.
Aku cukup berjalan, dengan jaket black hood aku telusuri malam menuju asrama. Melewati gapura kampung yang cukup bagus sebagai pintu gerbang, dan juga melihat-lihat jalan sambil menghindari air yang sudah menggenang sejak tadi sore.
Repot memang, ketika zaman modern sudah menjadi darah daging kehidupan manusia abad modern, abad dua puluh satu. Semua sudah menjadi praktis se-praktisnya, semua jenis barang yang belum terpikirkan sebelumnya telah muncul dan menjadi gaya hidup tiap orang.
Hand phone, Ipad dan laptop merupakan sebagian kecil dari zaman ini. Belum lagi alat-alat pelengkap lainnya yang menunjang paralatan utama tersebut, makin banyak. Tak terbayang olehku sebegitu repotnya ketika semalam saja listrik tak bergerak, kewalahan tak tahu apa yang harus dilakukan, karena semua aktifitas sudah bergantung pada hal-hal tersebut.
Oh iya, Mau kalian kuceritakan sesuatu?”, ada daerah pelosok sana yang masih menggunakan penerangan sederhana, obor, lampu teplok dan mungkin api unggun yang dipercikkan dari korek api alam, batu.
Pernah kudengan cerita para pecinta Indonesia yang lepas dari negara Timor Leste dan memilih untuk ber-Indonesia, mereka hidup prihatin dalam kegelapan malam, sedangkan sayup-sayup mereka lihat terdapat cahaya yang terang disebelah sana, negeri yang mereka tinggalkan yang sebenarnya adalah tanah tempat mereka dilahirkan.
Oooh Indonesia”
Jangan kau berjauh-jauh pergi ketimur. Mungkin didaerah Jawa ini-pun masih ada kampung yang belum merasakan terangnya listrik, lampu pualam yang putih bening, hanya temaram cahaya teplok yang menemani untuk segala aktifitas, belajar, mengobrol dan lain sebagainya.
Sebagian wilayah lain, ada yang memperoleh listrik, tapi seadanya. Hanya malam hari saja mereka dapat pencahayaan dan penerangan, yang terkadang itu-pun dapat jeglek kapan saja tanpa pemberitahuan.
Mungkin juga, ada sebagian yang mengerti Hp, tapi mereka akan pergi keatas bukit terlebih dahulu untuk dapat menggunakan benda tersebut. Mencari sinyal, sinyal harapan dan kehidupan dunia luar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, mungkin.
Dan malam tadi, aku duduk bersama teman-temanku diasrama, diatas bangku yang terbuat dari bambu. Bercerita dibawah terangnya kehidupan modern yang mungkin ada sebagian dari saudaraku yang belum merasakannya.
Aaah, sungguh indah dunia ini dengan gemerlap lampu-lampu” gumamku.
Apalagi yang sulit dibawah daya yang entah berapa kilo watt, hingga baja-pun dapat digerakkan ke angkasa. Membawa wajah-wajah manusia mengelilingi dunia dengan satu sentuhan layar dalam benda yang kecil mungil yang hanya berukuran satu genggam.”
Diseberang sana, mungkin sudah terlupa bahwa masih ada saudara satu bumi yang masih hendak pikir-pikir dahulu jika ingin keluar malam. Apalagi melintasi hujan dan naik ke udara, “aah, mungkin mustahil” batin mereka.
Tapi kita semua tentu memiliki harapan dan impian, berharap agar semua diterangi dengan wajah modern yang tidak mengintimidasi dan menggurui. Bermimpi agar semua anak negeri ini dapat memajukan daerahnya dari jauh-nya sinyal modern menjadi sinyal-sinyal yang dapat dirasakan bersama tanpa ada pilih kasih dan melihat senyum bahagia dari tiap-tiap wajah penduduk negeri ini.
Akh, semoga” harapku.
Akhirnya malam telah larut, hujan-pun telah reda. Jam satu dini hari aku baru pulang, dan lampu masih padam. Aku-pun ganti baju, menyetel alrm dan beranjak tidur. Salam.

Jogja, 20 Maret 2013.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar