Senin, 18 Maret 2013

Hakikat Bahasa


  1. Pendahuluan
Bahasa dapat mengacu kepada kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau kepada sebuah instansi spesifik dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks. Kajian ilmiah terhadap bahasa dalam bahasa indra disebut dengan linguistik.
  1. Pengertian Bahasa
Secara etimologi, istilah bahasa berasal dari bahasa Latin lingua. Dalam bahasa Itali “bahasa” disebut linguaggio dan lingua, bahasa Perancis menyebut “bahasa” sebagai langage dan langue, dalam bahasa Spanyol “bahasa” disebut dengan lengua dan disebut dengan language dalam bahasa Inggris.
Penyebutan “bahasa” terdiri dari dua konsep utama dalam kajian lingustik yaitu penyebutan bahasa secara umum (bersifat koloquel) seperti langage (bahasa Prancis), linguaggio (bahasa Itali) dan juga penyebutan bahasa pada bahasa tertentu atau suatu sistem linguistik tertentu seperti langue (dalam bahasa Prancis), lingua (bahasa Itali) dan lengua (bahasa Spanyol). Akan tetapi, language dalam bahasa Inggris dapat digunakan untuk menamakan bahasa secara umum atau digunakan untuk menyebut satu bahasa tertentu, demikian halnya dengan istilah “bahasa” dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan pengertian terminologis dari bahasa itu sendiri telah banyak didefinisikan oleh para ahli sebagai berikut:
  1. Saphir (1921) dalam Chaedar Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah “a purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotion and desire by means of voluntarily produced symbol”. Saphir menyebutkan lima butir terpenting dalam definisi “bahasa” yaitu: manusiawi, dipelajari, memilki sistem, arbitrer dan bersimbol.
  2. Hall mengungkapkan bahwa bahasa merupakan suatu institusi dalam pengertian alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar umat manusia.
  3. Wardhough menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambangbunyi yang arbitrer yang digunakan manusia untuk berkomunikasi.
  4. Hasan Lubis (1988) menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang-lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk menyampaikan fikiran dan perasaannya dengan bunyi-bunyi.
  5. Kridalaksana (2008) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
  6. Caroll (1959) beranggapan bahwa bahasa adalah sebuah sistem berstruktur mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.i
  7. Bloch dan Trager (1942) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.ii
  1. Hakikat Bahasa
Pakar linguistik telah merumuskan banyak hal tentang hakikat bahasa. rumusan-rumusan tersebut jika dibutirkan akan menghasilkan sejumlah ciri atau sifat yang merupakan hakikat bahasa. Sifat-sifat tersebut pula yang telah didefinisikan oleh pakar-pakar linguistik diatas dalam menemukan pelbagai sifat-sifat bahasa.
Sifat-sifat tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh Chaer (2007) antara lain: (1) Bahasa adalah sebuah sistem, (2) Bahasa itu berwujud lambang, (3) Bahasa itu berupa bunyi, (4) Bahasa itu bersifat arbitrer, (5) Bahasa itu bermakna, (6) Bahasa itu bersifat konvensional, (7) Bahasa itu bersifat unik, (8) Bahasa itu bervariasi, (9) Bahasa itu bersifat produktif, (10) Bahasa itu bervariasi, (11) Bahasa itu bersifat dinamis, (12) Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, (13) Bahasa itu merupakan identitas penuturnya. Begitu pula yang dipaparkan oleh Chaeda Alwasilah (1993) yang secara sederhana lagi menyebutkan hakikat bahasa itu antara lain: (1) Bahasa itu sistematik, (2) Bahasa itu manasuka “arbitrer”, (3) Bahasa itu ucapan/vokal, (4) Bahasa itu simbol atau lambang, (5) Bahasa itu mengacu pada dirinya sendiri, (6) Bahasa itu manusiawi dan (7) Bahasa itu komunikasi. Kemudian masih banyak lagi paparan-paparan linguis tentang hakikat bahasa yang tentu tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini.
Dari beberapa keterangan yang diambil dari berbagai sumber, maka penulis akan menjelaskan tentang hakikat bahasa tersebut secara sederhana dan hal-hal yang akan dijelaskan kemudian merupakan beberapa dari poin inti dari hakikat bahasa. Berikut paparan dari sifat-sifat tersebut secara rinci:
  1. Bahasa Sebagai Sistem
Sistem sangat identik dengan pengertian cara atau aturan. Sistem juga berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya yang berhubungan secara fungsional.
Begitupun dengan bahasa, sebagai sebuah sistem, bahasa memiliki komponen-komponen dan aturan-aturan. Dalam pengertian ini, bahasa memiliki dua aspek penting yaitu unsur-unsur dan hubungan-hubungan yang dirajut oleh unsur-unsur tersebut. Satuan-satuan bahasa tersebut selalu terkait satu dengan yang lain sehingga membentuk kepaduan yang erat dan saling mendukung.iii
Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam sistem bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika diterjemahkan menjadi kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini mencakup komponen makna dan bentuk. Komponen bentuk yang berupa bunyi dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau fonologi sedangkan komponen makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.iv
Lebih jauh, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola dan tidak tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat disebutkan sistem bawaan tersebut antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan subsistem semantik.v
Dalam linguistik, terutama subsistem fonologi, morfologi dan sintaksis tersusun secara hierarkial. Artinya, subsistem yang satu terletak dibawah subsistem yang lain, lalu subsistem yang lain tersebut terletak pula dibawah subsistem lainnya. Selanjutnya, ketiga subsistem tersebut- pun terkait dengan subsistem semantik.vi
Dengan kata lain, bahasa sebagai sistem merupakan kerjasama antara subsistem yang lain dengan subsistem lainnya yang terjalin dan membentuk bahasa.
  1. Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol yang diartikan dengan pengertian yang sama. Lebih rinci, Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa lambang atau simbol mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara simbol dan obyek itu bersifat manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa saja, ia bisa terbuat hari suatu benda seperti piramid yang melambangkan keagungan, atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau juga dalam bentuk ujaran.
Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji dalam kegiatan ilmiah dalam satu bidang kajian yang disebut dengan ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang terdapat didalam kehidupan manusia termasuk bahasa.vii
Dalam kehidupannya, manusia selalu menggunakan lambang. Oleh karena itu, Earns Cassirer menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum).viii Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari lambang, termasuk alat komunikasi verbal yang disebut dengan bahasa.ix
Jika ide atau konsep keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas, maka wujud bahasa dilambangkan dalam bentuk bunyi yang berupa satuan-satuan bahasa seperti kata atau gabungan kata. Mengapa kata disebut sebagai lambang dalam satuan bahasa? sekali lagi, karena lambang bersifat manasuka, yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dan dengan yang dilambangkannya.
  1. Bahasa Itu Berupa Bunyi
Bahasa adalah bunyi, maka sepenuhnya dapat dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Yaitu, sistem bahasa itu adalah berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.x
Kemudian, yang perlu dipertegas disini adalah tentang bunyi itu sendiri menurut pandangan bahasa, apakah itu bunyi seperti yang dikenal secara umum? Apakah semua bunyi disebut bahasa? dan lain sebagainya. Bunyi yang dimaksud dalam bahasa disebut juga denga “speech sound” adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalam fonetik diamati sebagai “fon” dan didalam fonemik sebagai “fonem” yang keduanya dibahas dalam bidang lingusitik.
  1. Bahasa Itu Bersifat Arbitrer
Arbitrary berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak dan tanpa alasan. Ringkasnya, manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis antara kata-kata sebagi simbol atau lambang dengan yang dilambangkannya.xi Atau, dengan bahasa lain, Chaer (2007) menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Contoh pengertian arbitrer tersebut dapat kita lihat sehari-hari dalam kehidupan kita, hal tersebut terbukti antra rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar sepeda motor disebut dengan bensin tidak kecap, binatang tertentu di Indonesia disebut kuda, di Inggris horse, di Arab faras dan akan terus berbeda diwilayah-wilayah lain tentang penyebutannya.
Itulah yang disebut dengan arbitrer atau manasuka yang tidak akan bisa ditemukan alsan penyebutannya yang berbeda-beda dikarenakan sifat ke-arbitreran-nya. Andaikata bahasa itu tidak arbitrer, sudah barang tentu dapat kita pastikan bahwa sebutan untuk kuda hanya akan ada satu kata dalam bahasa manusia, tidak ada lagi penyebutan kuda, horse, faras dan lain sebagainya, hanya akan ada satu penyebutan.
  1. Bahasa Itu Bermakna
Bahasa, sebagai sistem lambang yang berwujud bunyi sudah pasti melambangkan suatu pengertian tertentu. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi tersebut. Karena lambang –lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki makna.xii
Contohnya adalah lambang bahasa yang berwujud bunyi “kuda”; lambang ini mengacu pada konsep “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai”, kemudian konsep tersebut dihubungkan dengan benda yang ada didalam dunia nyata. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa “kuda” merupakan lambang bunyi, “sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai” merupakan konsep dan “kuda” yang ada didalam dunia nyata merupakan wujud dari lambang bunyi tersebut.
  1. Bahasa Itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa harus mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.xiii
Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa Indonesia untuk menyebut suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan dikayuh, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi “sepeda”, maka anggota masyarakat bahasa Indonesia “seluruhnya” harus mematuhinya. Jika tidak diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain, maka komunikasi antar masyarakat akan terhambat.
Oleh karena itu, jika ke-arbitreran bahasa terletak pada antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka ke-konvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang-lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkan.xiv
  1. Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia, sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.xv
Karena keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, dan kehidupan manusiapun akan terus berubah dan tidak tetap, maka bahasa-pun menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut dinamis.xvi
Perubahan bahasa dapat terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon. Namun perubahan yang paling terlihat dan paling sering terjadi adalah pada tataran leksikon dan semantik. Hampir setiap saat terdapat kata-kata baru muncul sebagai akibat dari perubahan budaya dan ilmu, atau terdapat kata-kata lama muncul dengan makna baru.
Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu secara otomatis akan bermunculan konsep-konsep baru yang tentunya disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru. Kalau-pun kelahiran konsep tersebut belum disertai dengan wadahnya, maka manusia sendiri yang akan meciptakan istilahnya.xvii
  1. Bahasa itu bervariasi
Setiap bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa, dan adapun yang masuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Jadi, jika disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota masyarakat sunda adalah orang-orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa sunda dan seterusnya. Jadi, dapat ditarik sedikit konklusi bahwa banyak orang Indonesia yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena disamping dia sebagai orang Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya.xviii
Anggota mayarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama, baik dari segi pendidikan, profesi, usia dan lain-lain. Oleh karena latar belakang dan lingkungan yang tidak sama, maka bahasa yang digunakan beragam atau bervariasi, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain seringkali memiliki perbedaan yang besar.
Mengenai variasi bahasa, terdapat tiga istilah yang dipandang perlu untuk diketahui, yaitu idiolek, dialek dan ragam.xix Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Artinya setiap orang memiliki ciri khas bahasa masing-masing, contohnya adalah bahasa-bahasa penulis seperti Hamka, Andrea Hirata dan lain-lain yang tentu berbeda satu sama lain.
Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Contohnya adalah dialek Banyumas, dialek Surabaya, bahasa Indonesia zaman Balai Pustaka dan sebagainya.
Adapun ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal, digunakan ragam bahasa yang disebu dengan ragam baku, untuk situasi yang tidak formal, digunakan ragam yang tidak baku. Begitu pula dapat dilihat dari sisi sarana, terdapat ragam tulisan dan lisan dan masih banyak lagi ragam-ragam lainnya.
  1. Bahasa Itu Manusiawi
Bahasa itu manusiawi dalam pengertian bahwa apa-apa yang sudah dipaparkan sebelumnya adalah suatu kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Ringkasnya bahwa manusia-lah yang berbahasa sedangkan hewan-hewan lain tidak berbahasa.xx
Keistimewaan bahasa menusia akan semakin terasa jika dibandingkan dengan komunikasi binatang misalnya. Hal ini dapat ditelusuri dari sejarah evolusi manusia dan evolusi bahasanya, ahli-ahli biologi-pun membuktikan bahwa sistem komunikasi binatang itu sama sekali tidak mengenal ciri ganda bahasa manusia yaitu sistem bunyi dan makna (duality feature).xxi
Sering didengar dalam literatur-literatur yang mengatakan bahwa manusia itu homo loquens (the speaking animal), hewan yang memiliki kemampuan berbahasa. Jika manusia itu hewan yang berbahasa sedangkan bahasa adalah seperangkat kalimat-kalimat yang lazim, sedangkan kalimat lazim dibedakan dari yang tidak lazim dari tata bahasa, maka kesimpulan tentang manusia itu adalah homo grammaticus, yakni hewan yang bertata bahasa.xxii

Demikianlah paparan sederhana tentang “hakikat bahasa dari beberapa sumber dan referensi, semoga bermanfat. Salam.

Refensi
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka cipta.
__________, Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Machayal, Rohali. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Muhammad. 2004. Belajar Mikro Linguistik. Yogyakarta: Liebe Book Press.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.



i Rochayah Machali.2000. Pedoman Bagi Penerjemah . Jakarta: Grasindo. Hal. 18.


ii Ibid. Hal. 18.

iii Muhammad, 2004. Belajar Mikro Linguistik. Yogyakarta: Liebe Book Press. Hal. 15.


iv Ibid. Hal. 15.

v Chaer.2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka cipta. Hal. 35.

vi Ibid. Hal. 35.

vii Ibid. Hal. 37.

viii Ibid. Hal. 39.

ix Ibid. Hal. 39.

x Ibid. Hal. 42.

xi Chaedar Alwasilah.1993. Linguistik; Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Hal. 85.

xii Chaer. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka cipta. Hal. 44.

xiii Ibid. Hal. 47.

xiv Ibid. Hal. 48.

xv Ibid. Hal. 53.

xvi Ibid. Hal. 53.

xvii Ibid. Hal. 54.

xviii Ibid. Hal. 55.

xix Ibid. Hal. 55.

xx Chaedar Alwasilah. 1993. Linguistik; Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa. Hal. 88.

xxi Ibid. Hal. 88.

xxii Ibid. Hal. 89.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar