Air
mengalir dari gunung menyusuri ngarai, melewati berbagai halangan
dijalan
yang ditempuhnya dan kemudian berakhir di lautan, sebagian terendap
meresap kedalam bumi, bertujuan akhir memberi kehidupan bagi
penghuninya, tak terkecuali manusia.
Hari masih pagi, dan air dalam sebuah
ruang lain tertuang di dalam pemanas, mendidih di atas tungku yang
terbakar merah menyala. Ia mendidih, berubah fungsi menjadi beberapa
macam untuk tujuan yang sangat-sangat tak sempat ia mengerti
prosesnya. Tapi intinya, “ia berguna” syukurnya.
Serbuk-serbuk kecil kopi telah
disiapkan, cangkir telah dibersihkan dan sesaat kemudian air yang
sudah menjadi panas tertuang ke dalam benda mungil tersebut, bergaul
dengan serbuk kopi dan menyatu, larut, dan tetap sama intinya, ia
berguna meski berubah warna.
Pagi yang dingin berubah hangat,
tertebar aroma menggiurkan dari cangkir yang berisi air kopi,
sedikit-sedikit diseruput, membawa caffein
yang terkandung dari serbuk-serbuknya. Merangsang otak, membuka saraf
dan “ini sangat nikmat”.
Pagi yang gelap berubah menjadi
berwarna, tubuh yang lemas menjadi segar dan mata yang mengantuk
menjadi menyala, membangunkan otak dan tubuh bangkit dari kekakuan.
Entah apa rasa dunia tanpa kopi,
Mengantukkah? Loyokah? Aku tak tahu. Begitupun rasa air tanpa kopi
dan sedikit racikan gula, mungkin akan tetap tawar-tawar saja tanpa
ada rasa, monoton.
Entah apa itu pula cermin pagi,
cermin manusia dan cermin dunia. Harus ada yang mengubah warna-nya,
mengubah alam bawah sadar bahwa alangkah indahnya hidup ini yang
berawal dari pagi, pagi yang dingin.
Namun ia tak selamanya dingin, dengan
pencarian dan inovasi ia dapat berubah menjadi indah dengan
suara-suara alam yang semakin didengar semakin syahdu dan merdu.
Ia-pun dapat berubah menjadi hangat, buktinya dengan kopi pagi ini,
membawa rasa fantasi yang hanya didapat diwaktu pagi, luar biasa.
Pagi, pagi, pagi, engkau akan
terlewati dengan hadirnya matahari yang menanjak naik, merubah warna
langit menjadi jingga.
Sementara itu, kopi di depan mata tinggal sedikit, dipercepat sebelum
hilang kehangatan dan ia habis begitu saja.
Terimakasih dunia, alam, air, kopi
dan mentari. Aku hirup lagi udaramu, aku seruput lagi hangat airmu,
aku cium lagi aroma kopimu dan kulihat lagi hari yang masih belum ku
ketahui bagaimana ia berlangsung, namun semua akan terasa nikmat
ketika kaki sudah berjalan melangkah.
“Selamat beraktifitas dari
secangkir kopi yang telah habis tanpa sisa.”
Jogja,
28 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar